Gimana sih Belajar Bahasa Inggris yang Efektif? (Bagian 1)

Bahasa Inggris. Zaman saya sekolah dulu banyak teman-teman yang menganggap bahasa Inggris adalah pelajaran yang sulit. Momok. Namun di era yang serba maju sekarang ini Bahasa Inggris adalah kebutuhan mutlak. Nggak bisa bahasa Inggris? Susah cari kerja. Susah lulus kuliah. Selain sulit memahami buku teks yang berbahasa Inggris, susah juga menggapai nilai Test of English as a Foreign Language (TOEFL) yang merupakan syarat mutlak untuk mengikuti wisuda dan menerima ijazah. Kalau tidak bisa menerima ijazah, bisa-bisa langkah menuju ijab-sah ikut terhambat.

Banyak orang yang bilang kalau bahasa Inggris saya cukup baik (terima kasih! terima kasih!). Saya sering juga ditanya bagaimana cara belajar bahasa Inggris yang tok cer, cepat bisa cas-cis-cus. Jujur saja, jawaban saya adalah: saya tidak tahu. Saya tidak menerapkan metode khusus ataupun ikut kursus. Ya, saya tidak pernah ikut kursus bahasa Inggris. Saya hanya mengandalkan pelajaran di sekolah.

Lha terus kok bisa saya mendapatkan skor TOEFL yang cukup untuk melamar beasiswa luar negeri dan dilamar laki-laki Warga Negara Asing (WNA)? Saya cerita aja ya. Meski mungkin buat anak-anak zaman sekarang situasinya beda karena mereka sudah belajar Bahasa Inggris begitu mbrojol dari kandungan ibunya. Tapi buat yang sezaman dengan saya dan ingin/perlu belajar, cara belajar saya yang kira-kira bagus dan bisa diterapkan boleh dicoba.

ZAMAN SEKOLAH DASAR (SD)
Ketika kami tiga bersaudara masih kecil, almarhum Ayah saya sudah mulai memperkenalkan kami dengan bahasa Inggris. Saya ingat, saya masih Sekolah Dasar (SD) kelas satu beliau sudah mulai berbicara kepada saya dengan bahasa Inggris sederhana. Sapaan beliau yang paling paten adalah "Good morning, selamat pagi, baju kuning menarik hati!".

Beliau memperkenalkan kosakata sederhana seperti warna dan benda-benda di sekitar kami. Bahkan ketika saya sakit dan harus minum obat, beliau mengingatkan saya untuk minum obat dalam bahasa Inggris. Lucunya, saat itu saya dengar beliau berkata "Have you taken your medicine?", dan saya sok-sokan menulis 'medicine' di buku catatan saya. Tulisan saya saat itu adalah 'machine'. Ketika saya tunjukkan ke beliau, beliau tersenyum dan menjelaskan bahwa tulisannya bukan seperti itu. Beliau menunjukkan yang benar dan memberitahu saya bahwa kata 'machine' sendiri adalah juga kata bahasa Inggris yang berarti mesin. Saya minum mesin!!! Hahahahah......

Saat itu, tahun 1987, saya sekolah di sebuah Sekolah Katolik di Kota Kediri. Sekolah ini cukup progresif untuk zaman itu, karena memasukkan pelajaran Bahasa Inggris, Angklung, dan Tari Tradisional sebagai pelajaran wajib bagi setiap siswa. Di saat Pemerintah baru mewajibkan Bahasa Inggris di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Bahasa Inggris di SD kami diwajibkan bagi siswa kelas 2 ke atas. Guru Bahasa Inggris kami ketika itu bernama bu Eva. Beliau cukup disiplin sebagaimana layaknya guru-guru Sekolah Katolik. Salah menjawab "he is" dengan "he are" saja dihukum menulis pasangan tersebut 25 kali. Saya ingat temen-temen sekelas, bahkan kelas kakak saya, pada takut sama bu Eva.

ZAMAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)
Masuk SMP boleh dibilang bahasa Inggris saya di atas teman-teman sekelas. Karena SMP saya negeri, saya boleh dibilang mengulang lagi pelajaran bahasa yang sudah saya terima selama 5 tahun. Makanya paling jago sekelas. Meski mengulang, saya tetap senang karena bisa memperkuat dasar yang sudah ada.

Saya mulai rajin membaca buku-buku komik semacam Asterix, Archie, Betty and Veronica, The Adventures of Tintin, dan sejenisnya dalam Bahasa Inggris. Pertama kali mencoba, butuh waktu hampir 20 menit untuk membaca satu halaman saja. SATU HALAMAN KOMIK! Berapa sih kalimatnya? Tapi saya harus membuka kamus untuk mencari kosa katanya. Setelah itu, menggabungkan kata-kata tersebut menjadi kalimat sesuai dengan konteks yang digambarkan di komik tersebut. Kadang terjemahan kata per kata tidak masuk akal, dan masih butuh waktu lagi untuk memahami maksud sebenarnya. Kadang saya capek. Ya ampun, mau baca komik yang mestinya ringan kok malah jadi berat begini? Tapi saya pantang menyerah. Semakin lama saya menekuni kegiatan ini, semakin sedikit waktu yang diperlukan untuk mencari kata di kamus dan memahami.

Zaman itu (tahun 1991-1994) film-film Disney semacam The Little Mermaid, Beauty and the Beast, dan Aladdin merajai bioskop-bioskop IndonesiaSaking cintanya saya dengan lagu-lagu soundtrack film-film tersebut, saya membeli semua kaset sountrack-nya. Ya, versi soundtrack yang berisi semua lagu yang dipakai di dalam film. Di side B umumnya hanya musik orkestra saja. Di antara ketiga film Disney tersebut di atas, hanya Aladdin yang menyertakan lirik di sampul kasetnya, memudahkan saya mendengarkan dan mencari maknanya. Sisanya harus saya dengarkan sendiri dan cari di kamus untuk memahami apa yang disampaikan karakter-karakternya. Kebiasaan ini merembet ke lagu-lagu lain seperti lagu Whitney Houston,  Mariah Carey, David Foster, Michael Jackson, Color me Badd, dan lainnya yang juga ngetop masa-masa itu. Tanpa saya sadari, di sinilah kemampuan saya untuk mendengarkan bahasa Inggris mulai terasah.

Karena saya suka nyanyi, saya sering tuh nyanyi-nyanyi di kamar mandi. Kadang merasa keren sendiri kalau bisa melafalkan suatu kata Bahasa Inggris dengan benar. Kadang (malu nih cerita, tapi lanjut aja deh) saya sering menatap diri saya di depan kaca dan bergaya-gayaan pidato atau bicara dengan WNA dalam bahasa Inggris. Ngomongnya ya nggak jelas gitu: Bahasa Indonesia bukan, Bahasa Inggris juga bukan, yang penting ada suara '-syen, -syen' gitu. Itung-itung melatih pronunciation. Betul?

ZAMAN SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)
Hobby menyanyi saya berlanjut ke SMA. Saya bergabung di paduan suara SMA saya yang cukup terkenal di dunia persilatan paduan suara Indonesia. Kami sering nyanyi lagu daerah, tapi tak jarang juga nyanyi lagu berbahasa Inggris. Pernah suatu kali kami mengikuti kompetisi di ITB Bandung. Para penyanyi harus dilatih khusus untuk mengucapkan syair Bahasa Inggris oleh guru bahasa Inggris: ya, guru Bahasa Inggris-pun didatangkan ke latihan paduan suara! SMA saya memang niat kalau urusan paduan suara.

Ketika saya kelas 3 SMA, wali kelas saya adalah guru bahasa Inggris. Nama beliau ibu Clara. Begitu masuk kelas hari pertama, beliau langsung berbicara bahasa Inggris, sama sekali tidak menggunakan bahasa Indonesia. Otomatis, kami sempat shock. Tapi beliau menyampaikan bahwa kami harus terbiasa menggunakan Bahasa Inggris secara aktif, bukan hanya ketika di lab bahasa saja. Beliau menyatakan, dalam pelajaran Bahasa Inggris beliau akan selalu berbahasa Inggris pada kami. Bahkan beliau sering meminta kami presentasi. Sempat kelabakan, tapi lama-lama terbiasa juga. Malah hal ini menyababkan kami berani menggunakan bahasa Inggris tanpa takut ditertawakan, lha wong masih sama-sama belajar. Setelah saya lulus saya mendengar kabar bahwa Bu Clara menerima penghargaan Guru Ideal Jawa Pos tahun 2008.

ZAMAN PERGURUAN TINGGI (PT)
Kuliah adalah masa di mana Bahasa Inggris saya bertumbuh dengan pesat. Selain karena harus rajin baca buku teks yang kebanyakan berbahasa Inggris, saya mendapatkan anugerah luar biasa. Pada akhir tahun pertama kuliah, saya mendapat kesempatan untuk mewakili Indonesia di ajang 1998 International Youth Chorus Festival di Osaka, Jepang. Di sana kami bertemu dan berinteraksi dengan perwakilan dari Amerika, China, Prancis, Rusia, Australia, dan Jepang selaku tuan rumah. Memang perlu kami akui bahwa kami paling mudah berinteraksi dengan perwakilan dari Amerika dan Australia karena mereka berbahasa Inggris! Meskipun bahasa Inggris saya juga goyang patah-patah, maju terus pantang mundur! Tebar pesona dan kartu nama adalah wajib hukumnya dalam situasi seperti ini.

Kira-kira dua minggu setelah kami kembali dari Festival tersebut, saya mendapatkan surat dari Amerika. Rupanya dia adalah salah satu peserta dari Amerika di Festival tersebut. Namanya Mira. Pertama kali menerimanya, saya senang sekali. Dia ingin bersahabat pena dengan saya! Tentu saja saya sangat antusias menyambut uluran persahabatan darinya. Masalahnya.......sekarang saya harus menulis surat buat dia dalam bahasa Inggris!!! Nah lho. Namun, keinginan saya untuk berteman dengannya mengalahkan ketakutan dan rasa malu saya akan kemampuan berbahasa Inggris saya. Maka saya ambil kamus, beberapa lembar kertas A4 dan mulai menulis draft.

Satu jam (atau lebih) kemudian, selesailah surat tersebut. Jangan bayangkan kertas tersebut penuh ya, mungkin hanya terisi sepertiga saja dengan tulisan yang jaraknya besar-besar. Dan itu butuh satu jam lebih untuk menuliskannya! Rasa senang, puas bisa nulis surat (baca: karangan) dalam Bahasa Inggris, plus rasa takut diterawakan sang penerima surat campur aduk jadi satu. Namun dengan tekad kuat, mental baja, urat kawat, balung wesi, saya menuju kantor pos untuk mengirimkan surat tersebut ke Amerika. Pasrah, entah apa yang akan terjadi nanti.

Nantikan kelanjutannya!!!













Comments

Popular Posts