The Four Musketeers (2): Cewek Sendiri, Siapa Takut?

Kelas 3
Kami sekelas lagi di kelas 3. Meski sudah penjurusan, 95% warga kelas (dan sekolah!) kami memilih jurusan Ilmu Pengetahun Alam (IPA), sehingga mereka yang memilih jurusan IPA tetap sekelas, yang mengambil jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) atau Bahasa dibuatkan kelas sendiri. Sekolah kami memang ajaib kok.

Kami dapat ruang kelas yang kami sebut kelas teater: kelasnya berundak-undak, dan bangkunya panjang. Satu bangku bisa untuk 4-5 orang. Hari pertama, saya duduk di depan-tengah (karena saya berkacamata, jadi sering nggak kelihatan kalau duduk di belakang atau samping). Saya pikir, nggak mungkin nih duduk sendirian lagi. Tapi kalau bangku buat 4-5 orang bisa saya kuasai sendiri, saya juga nggak keberatan kok. Malah enak bisa buat tidur!

Ketika teman-teman mulai datang, sepertinya nggak ada yang tertarik duduk sama saya. Bisa dibayangkan betapa tidak ngetopnya saya zaman SMU! Tapi, begitu Phian, Rian, dan Lucky datang, mereka memutuskan duduk dengan saya! Kaget dong, tapi senang banget, karena saya merasa cocok dan nyaman sama mereka ini. Cewek sendiri? Bodo amat, yang penting bisa lihat tulisan di papan tulis dan ada teman-teman baik!!

Suatu hari, guru Fisika kami memberikan kiat-kiat menghadapi Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN). Beliau menyarankan kami membentuk kelompok belajar yang bertemu seminggu 2-3 kali untuk belajar bersama, saling support, saling membantu untuk sama-sama lulus Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dan UMPTN. Begitu mendengar saran ini, kami berempat saling berpandangan, dan langsung sepakat bahwa kami satu tim. Sekarang tinggal merancang jadwal ketemu, di rumah siapa, dan sebangsanya.

Rumah kami berempat sangat berjauhan. Saya di utara, ada yang di selatan, barat, pokoknya seantero kota. Saya satu-satunya yang tidak bawa kendaraan sendiri. Saya juga satu-satunya cewek, sehingga kalau sampai harus pulang sore atau malam bisa repot. Akhirnya kami memutuskan bahwa kelompok ini akan belajar di rumah saya. Kami belajar bareng sepulang sekolah. Begitu bel pulang, kami akan ke parkiran motor sama-sama, dan biasanya saya akan dibonceng salah satu dari mereka. Entah apa alasannya, saya hampir selalu dipercayakan ke Rian. Mungkin karena hanya dia yang punya helm ekstra? Entahlah.

Setiap jadwal belajar kelompok, ibu saya selalu menyediakan makan siang dan snack, mulai mie kuah sampai pisang goreng keju kesukaan si Phian. Di sini saya bisa melihat betapa cerdasnya ketiga cowok ini. Rian jagoan hampir di segala bidang, Lucky jagoan biologi, Phian ....eh Phi, kamu jago apa? Retorika? Hihih...soalnya kalau bikin makalah si Phian ini yang paling jago. Yang jelas, mereka bertiga cerdas abis.

Dalam grup, yang seringkali terjadi adalah: Phian, Rian dan Lucky akan membahas soal atau konsep tertentu, mencari cara alternatif penyelesaian, debat dan sejenisnya sementara saya........bengong. Kadang cuma manthuk-manthuk tapi nggak paham mereka ngomong apaan. Saya sering minta mereka menjelaskan banyak hal. Hanya di bidang Biologi saya bisa berkontribusi, karena itu bidang terkuat saya. Saya dan Lucky yang sering heboh soal Biologi.

Sejak terbentuknya kelompok ini, kami makin kompak. Kami hafal ulang tahun masing-masing, dan membuat kesepakatan untuk merayakannya bersama. Dari susunan ulang tahun kami (Januari, Februari, April dan Juli), kami merayakan dua ulang tahun terdekat bersamaan. Jadi Januari-Februari kami merayakan ulang tahun dua anggota, dan antara April-Juli kami merayakan yang dua lagi.

Acaranya? Selalu di restoran pizza yang populer. Kami akan pesan pizza super supreme, ambil salad (termasuk kubis merah yang kami sebut anggrek!!), dilanjutkan menghabiskan bubuk keju, sampai kadang harus nyolong dari meja sebelah. Kadang kami juga nonton bareng. Urusan bayar gimana? Kalau nggak salah, yang ulang tahun yang nraktir: satu bayarin makan, satu bayarin nonton.

Ke manapun kami pergi, saya selalu diantar-jemput sama mereka bertiga. Enak ya jadi cewek sendiri, dimanjain, meski saya bukan yang paling muda! Aman pula, karena dua dari mereka ikut kegiatan ekstrakurikuler bela diri. Lumayan kan, punya pengawal pribadi! Kalau sampai ada apa-apa, biar mereka yang gebuk-gebukan, saya yang bagian teriak-teriak. Maklum, anggota paduan suara. Terus Phian bagian ngitungin ganti rugi dan sebangsanya, karena dia Juragan Koperasi Siswa (ketua Kopsis sekolah kami). Hebat kan, bahkan sampai kegiatan ekstrakurikuler kami juga bisa saling melengkapi.

Saya menamai grup kami The Musketeers, seperti film the Three Musketeers (yang akhirnya jadi empat juga anggotanya). Saat itu belum zaman media sosial, tapi kami sudah punya icon atau avatar. Kebiasaan ini saya yang mengawali. Di setiap buku saya, saya menggambar ular derik polkadot yang imut, saya kasih nama Polky. Eh, mereka ikutan. Phian punya logo ikan mas polkadot dengan bibir raksasa bernama Dho-wear (bibir ndower) dengan nama latin Cyprinus carpio. Si Lucky menggambar bekicot vampir, bernama Vivi (singkatan dari nama latinnya Vivipara javanica). Rian nggak mau kalah, menggambar lalat buah dengan nama latin lengkap Drosophila melanogaster. Yah, maklum, golongan anak-anak cerdas nama avatarnya saja pakai nama latin sesuai standar penamaan binomial nomenclature yang dirancang oleh Carolus Linnaeus. Kelihatan kan siapa yang paling beda, yang avatarnya tidak pakai nama latin? Meski ini hanya untuk tanda pengenal kami di atas kertas, Lucky sering memanggil saya dengan nama Polky.

Mbak, apa nggak ada naksir-naksiran atau pacaran antar anggota? Ini ada ceritanya sendiri. Kami kan sudah nyaman banget sebagai teman, dan kami tidak ingin pertemanan ini rusak hanya karena ada yang pacaran di antara kami. Apalagi kalau pacaran terus putus. Hubungan pertemanan kami tidak akan pernah sama lagi. Akhirnya, kami berjanji bahwa tidak boleh ada hubungan asmara di antara kami (saya dan salah satu dari ketiga cowok itu). Mereka tidak boleh naksir saya, dan saya juga tidak boleh naksir salah satu dari mereka. Lho, ini kan mendahului takdir! Kalau memang jodoh gimana? Ya.....nggak jadi jodoh. Hahahahahah..........

Lha terus, bagaimana hubungan antara saya dan ketiga cowok? Nggak risih gitu mbak jadi cewek sendiri di grup? Saya pribadi tidak merasa risih tuh. Saya percaya penuh pada mereka, dan mereka sangat menghargai dan menjaga saya. Oh iya, kami juga beda keyakinan loh. Mereka bertiga Muslim, saya Kristen. Tapi ini sama sekali tidak pernah menjadi masalah. Kalau waktu salat pas jalan bareng, ya saya tungguin. Bahkan saya ikut membantu mencari musholla atau masjid. Kalau mereka perlu salat pas di rumah saya, ya kami sekeluarga menyediakan ruangan dan menunjukkan arah salat.

Banyak kenangan lain di kelas 3 ini. Saya dan Rian punya program persaingan: siapa yang bisa dapat nilai lebih tinggi di setiap ulangan. Tentu saja dia lebih sering menang, tapi hampir selalu bilang kalau saya yang menang. Mungkin untuk menghibur saya yang kalah melulu. Lha terus buat apa kita ngadain program persaingan, Yan?

Satu kenangan lagi yang tidak akan pernah saya lupakan: di kelas 3 ini saya kewalahan pelajaran Kimia. Salah satu sebabnya adalah saya sering keluar kelas ketika kelas 1 dan 2 untuk latihan paduan suara, jadi dasar-dasar perhitungan dan konsep kimia macam stoikiometri dan reduksi-oksidasi (redox) saya lemah. Jadi ketika kelas 3 diajarkan konsep yang lebih kompleks saya ya bengong lagi. (Mbak, perasaan masa SMU-mu kok isinya bengong melulu toh...) Saat itu, Kimia adalah mata pelajaran terlemah kedua saya. Suatu hari saya cerita ke Rian soal ini. Eh, dia menawarkan diri mengajari saya setiap jam kosong atau jam istirahat. Boleh percaya boleh tidak, dalam hitungan minggu, Kimia menjadi mata pelajaran terkuat kedua saya setelah Biologi, bahkan mungkin kemampuan saya dalam keduanya menjadi setara. Biologi - Kimia menjadi andalan saya untuk EBTANAS dan UMPTN. Kalau Matematika saya nyerah dah. Itu bahasa planet buat saya.

Hal ini memengaruhi pilihan jurusan saya untuk perguruan tinggi. Saya memang ingin Astronomi, tapi karena kondisi dan situasi tidak memungkinkan, saya harus ganti haluan. Saya sempat ingin Kedokteran juga, tapi karena ayah sudah tiada dan saya tidak ingin merepotkan Ibu yang masih membiayai dua kakak kuliah juga, saya urungkan niat itu. Saya berdiskusi dengan the Musketeers soal jurusan apa yang saya ambil. Saya bilang saya ingin jurusan yang terkait dengan Biologi dan Kimia, karena itu yang saya suka dan bisa. Merekalah yang menyarankan jurusan Teknik Lingkungan, dipelopori oleh Phian. Saya sendiri menambahkan Farmasi, karena masih terkait dunia medis dan, tentu saja, Biologi-Kimia.

Apa yang terjadi begitu lulus SMU? Lanjuuuuutttttt


















Comments

  1. Keren untuk geng belajarnya. Ini akan abadi selamanya.
    Biasanya geng belajar gak tahan lama karena persaingan rebutan anggota cewek.

    salam
    alrisblog.wordpress.com

    ReplyDelete
  2. Terima kasih banyak atas pujiannya, Mas. Grup ini memang istimewa buat saya, makanya saya belain minggu lalu harus kontak mereka semua dan bikin grup WA. Kami masih kompak sampai hari ini, meski semua sudah berkeluarga.

    salam,
    Dhita

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts