The Four Musketeers (1): Perkenalan

Beberapa minggu terakhir ini saya mendadak nostalgia. Saya teringat pada "geng" saya ketika SMU, yang sudah lama tidak kontak. Saya mencoba menghubungi mereka melalui Facebook dan email, sampai akhirnya terbentuklah grup WhatsApp "geng" saya ini. Senang sekali rasanya bisa kontak, ketawa dan saling sindir seperti dulu. Mereka sama sekali tidak berubah (setidaknya dalam urusan bergila ria).

Ini kisah persahabatan antara satu cewek super pemalu dan minder dengan ketiga Musketeers-nya. Tentang kenangan masa SMU hingga kini, yang baru saya sadari ternyata memang sangat indah. Semua yang saya tulis ini berdasarkan ingatan saya saja, jadi bisa ada yang kurang akurat karena banyak kejadiannya sudah lama sekali.  Semoga dengan tulisan saya ini, kenangan yang tersisa tidak akan terlupakan.

Kelas 1
Ketika lulus SMP, saya ingin masuk SMU Negeri terbaik di kota saya. Bermodalkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) pas-pasan dan kenekatan yang kuat, saya mendaftar di SMU tersebut.

Meskipun mepet, ternyata saya diterima! Bahagia dan bangganya bukan main. Tapi begitu masuk hari pertama orientasi, saya langsung minder berat. Bagaimana tidak, di setiap kelas daftar absensinya diurut dari NEM tertinggi ke NEM terendah di kelas tersebut. Saya menduduki nomor 36 (kalau tidak salah, tapi yang jelas 30-an) dari 45 siswa!! Kerasa nggak sih mindernya?

Setelah orientasi selesai dan tahun ajaran dimulai, daftar absensi diurut berdasarkan abjad nama. Meski demikian, saya sudah terlanjur minder. Belum lagi di kelas Matematika pertama, gurunya yang terkenal killer masuk kelas dan langsung menuliskan soal di papan tulis. Teman-teman sekelas langsung pada mengerjakan. Kelas begitu hening karena semua sibuk mengerjakan soal, yang terdengar hanyalah suara kapur tulis bergesekan dengan papan tulis. Saya ngapain? Bengong, saudara-saudara. Saya nggak tahu ini soal mesti diapakan. Nyalin soal saja tidak sanggup, saking shocknya hari pertama disuruh ngerjain soal. Saya merasa saya ini paling bego sekelas.

Karena jumlah murid di kelas saya ganjil, salah satu murid harus duduk sendirian, karena bangkunya didesain untuk 2 orang per bangku. Daaaannn.....siapa lagi murid yang duduk sendirian itu kalau bukan saya. Saya terlalu malu dan minder untuk berbicara dengan teman-teman baru. Mereka rata-rata berasal dari SMP favorit di kota saya, jadi banyak yang sudah saling kenal. Sementara saya...........ah sudahlah. Selain itu, saya menjadi tim paduan suara sekolah yang akan lomba tingkat nasional, jadi saya sering keluar kelas ketika jam pelajaran untuk persiapan. Saya benar-benar kuper. Saya malah lebih dekat sama teman-teman paduan suara daripada teman sekelas.

Semester kedua saya mulai merasa nyaman di kelas. Masih minder, tapi sudah bisa menerima kenyataan bahwa memang saya ini mungkin termasuk yang bego di kelas. Saya juga sudah mulai banyak teman dekat. Di sini saya mulai kenal sama Rian, Phian dan Lucky.

Kenalnya masih sebatas teman sekelas, tidak ada yang istimewa. Beberapa kenangan dari kelas satu yang saya ingat adalah ketika kami diminta membuat tugas Seni Rupa berupa seni patung kawat. Itu loh, yang kawatnya harus dimanipulasi membentuk ruang tiga dimensi, menjadi patung apalah. Berhubung saya orangnya tidak artistik dan tidak ahli pakai tang dan sejenisnya, saya hanya nonton Rian dan Lucky mainan kawat. Saking frustrasinya, mereka akhirnya membuat mahkota dengan bintang besar di depannya dari kawat sisa. Saya sendiri tidak ingat bagaimana ceritanya, tapi akhirnya mahkota kawat itu diberikan ke saya. Ah, berasa jadi peri! (langsung nari-nari pake mahkota sambil nyanyi "Bintang-bintang"-nya Titi DJ yang lagi ngetop saat itu)

Saya kenal Phian lebih awal, karena seingat saya dia ketua kelas. Dia juga ikut paduan suara. Tapi sama saja, tidak terlalu dekat. Hanya sebatas teman sekelas.

Masa perkenalan awal ini ternyata akan menjadi modus operandi saya ketika berteman dengan ketiga cowok ini. Rian, yang paling pendiam diantara mereka bertiga, sangat 'fasih' dengan komputer sejak awal (ingatlah fakta ini, penting!!!). Suatu hari dia membawa sekotak floppy disk warna-warni (generasi milenial yang nggak tahu apa itu floppy disk silakan cek Mbah Google) . Sebagai cewek yang suka segala sesuatu yang imut, pasti dong langsung ijo matanya lihat disket warna-warni itu. Nggak pake malu, saya langsung malakin Rian untuk pertama kalinya (catat ya, pertama kali. Akan ada banyak lagi lainnya). Saya minta disket warna pink. Buat apa? Nggak tahu. Pokoknya minta aja.

Waktu itu dia hanya jawab "Aku cek dulu ya.". Nggak tahu mau dia mau cek apa. Jujur, saya nggak berharap dikasih. Apalagi saya kan hanya sebatas teman sekelas, paling pol kerja kelompok. Eh, beberapa hari kemudian tiba-tiba dia mengulurkan disket pink buat saya. Melongolah saya.........(lha wong nyalain komputer aja ga bisa boro-boro mau pake disket?!?!?!?)


Kelas 2
Ternyata di SMU kami kelas tidak diacak ketika kenaikan kelas. Jadi kami ya sekelas lagi. Saya juga duduk sendiri lagi. Betah jomblo beneran. Masih minder? Ya iyalah! Saya juga jadi anggota tim paduan suara yang akan lomba tingkat propinsi, jadi sering keluar kelas juga kalau harus latihan ekstra. Jauh lagi dari teman sekelas.

Di tahun kedua ini saya mulai kenal dekat dengan Phian, Rian dan Lucky. Meski saya duduk sendirian, bangku kami berdekatan. Kami sering kerja kelompok bareng. Mulai kelompok drama Bahasa Indonesia (lihat ceritanya di bawah) sampai tugas menggambar rasi bintang. Berhubung saya suka banget Astronomi, saya yang menyediakan data rasinya. Seingat saya, tim saya terdiri dari Phian, Rian dan saya. Kami memilih rasi Draco (Naga). Phian dan Rian menggambar naga dan ngeprint (tugasnya Rian si ahli komputer dari awal) segala data rasi mulai arti, bintang terterang, sampai trivia.

Kalau ada kegiatan laboratorium Fisika, Kimia, atau Biologi, kami berempat selalu dalam satu tim, baik ada teman yang lain ataupun murni kami berempat. Saya hampir selalu menjadi satu-satunya cewek di grup laboratorium ini. Banyak kisah lucu di lab, mulai dari kesetrum listrik, bedah cumi dengan niat digoreng, praktikum osmosis dengan kentang dan larutan garam (terus digoreng), sampai tanpa segan mereka (kayaknya si Phian nih) melewatkan satu gelas beker kecil zat kimia yang baunya amit-amit (apa ya, ammonia?) di depan hidung saya yang lagi konsentrasi nulis laporan lab. Raja tega kalian semua!

Kelas Bahasa Indonesia memberi hikmah tersendiri buat kami. Kami akhirnya sadar bahwa Phian ini emang jagonya nulis drama paling asoy. Kelas kami terpilih untuk tampil di Malam Kesenian, menampilkan parodi drama Siti Nurbaya yang sebagian besar idenya dari Phian. Saya tidak bisa ikut karena saya bertugas di paduan suara. Tapi, eh tapi, saya tidak kehilangan kesempatan tampil di drama besutan sutradara top ini.

Suatu hari kami mendapat tugas menulis dan menampilkan drama pendek di kelas Bahasa Indonesia. Phian, sebagai playwright kawakan, menuliskan naskah "Anak Penyamun di Sarang Janda". Drama ini berkisah tentang gerombolan mafia Al Klepon yang diundang ke konferensi mafia internasional. Karena anaknya sudah agak besar, maka si anak ditinggal di markas mafia di tengah hutan, sendirian. Nah, di hutan ini tinggallah lima janda, yang mana suami-suami mereka dibunuh oleh Al Klepon. Ada janda yang laperan (omongannya makanan melulu), janda yang slow, janda psikopat, dan sejenisnya. Begitu tahu si anak mafia sendirian, para janda langsung menyandera dan memperbudak anak mafia ini sebagai balas dendam. Disuruh kerja paksa dibawah todongan pistol, gitulah. Ketika Al Klepon pulang bersama para bodyguard-nya, terjadilah konflik. Drama berakhir dengan kejar-kerjaran antara para centeng Al Klepon dengan para janda.

Saya menyumbangkan musik untuk drama ini. Phian dan beberapa anggota tim datang ke rumah saya untuk merekam beberapa lagu yang saya mainkan di kibor sebagai soundtrack drama.  Mungkin pembaca bertanya: tadi katanya mbak ikut berperan. Peranmu apa mbak? Peran saya? Paling top. Saya jadi janda psikopat. Dandanan saya paling keren: kebaya biru cantik dengan pistol terselip di obinya. Janda yang bawaannya pengen bunuh orang. Kisah janda ini cukup tragis. Kematian suaminya sangat traumatis baginya, sehingga dia dendam kesumat dan selalu nodongin pistol ke siapapun yang terlihat di sekitar hutan. Ngoahahahahah...........

Ada kenangan tersendiri buat saya di kelas 2 ini. Ruang kelas kami unik, karena papan tulisnya diposisi atas-bawah; jadi setelah yang bawah penuh harus didorong ke atas supaya yang atas turun. Di bulan Januari, ketika ulang tahun, ketiga teman saya ini (kalau tidak salah dipelopori Phian) menuliskan ucapan selamat ulang tahun buat saya dengan kapur warna-warni di papan tulis, lalu mendorongnya ke atas sehingga papan kosong turun ke bawah. Saya kan jadi malu, karena teman sekelas sampai guru-guru jadi pada tahu kalau hari itu ulang tahun saya!! Apakah ini wujud sayang mereka ke saya atau memang niatnya ngerjain biar dimintain traktiran satu kelas, hanya mereka yang tahu.

Oh, di kelas 2 ini saya mulai membangun kebiasaan baru. Setelah kenal hampir 2 tahun, saya bisa melihat bahwa Rian ini anaknya pintar dan rajin. PR pasti beres dan jawabannya lebih sering betul daripada salahnya. Jadi apa yang saya lakukan? Datang pagi-pagi, nungguin Rian datang. Begitu dia datang, langsung malakin PR. Tenang, saya nggak lantas nyontek semua kok. Saya juga ngerjain di rumah, saya hanya "nyontek" yang saya tidak bisa ngerjakan. Nggak asal nyontek juga, tapi berusaha memahami dan kalau masih ga paham juga, minta Rian jelaskan. Atau nunggu guru yang jelaskan. Ngoahahahah.....(pantesan ga tambah pinter malah tambah bego).....

Apakah Phian dan Lucky tidak pernah jadi korban palakan saya? Jangan salah. Saya kalau malakin nggak tebang pilih kok. Kalau ada yang PR-nya beres dan jawabannya bagus, palakin!!

Lanjut ke kelas 3 yuuukkkk!!!!












  




Comments

Popular Posts