Dirimu Satu! (4): Kami Titipkan Nama Indonesia Kepadamu!

Kini dirimu satu kurindu!
Kini namamu satu kuseru!
Adakah hari kan bersinar lagi?


Persiapan Tim
Setelah libur sepekan penuh, kami kembali berlatih. Latihan semakin intens, karena meskipun kondisi negara masih tidak menentu, masa terburuk "sepertinya" sudah lewat. Setiap hari kami datang latihan langsung pemanasan, meski Pak Theis belum datang. Begitu saya datang, Pandu langsung nodong "Mbak, ayo pemanasan!".

Suasana Latihan Harian
Kelihatannya mulia sekali ya, latihan bahkan sebelum pelatih datang. Tapi alasan sebenarnya adalah: mereka pada takut kalau pemanasan dengan Pak Theis. Pak Theis sering melakukan tes individual ketika pemanasan. Kalau kami sudah pemanasan sebelum beliau datang, Pak Theis akan langsung memulai dengan lagu. Heheheh.....adik-adik saya memang licik.


Meski begitu, bukan berarti mereka bebas tes individu. Lagu "Dirimu Satu" yang supersulit itu membuat mereka sering mendapatkan tes. Bahkan grup Bass punya satu hari yang mereka sebut "Hari Sial Bass" karena hari itu selalu mereka nyanyinya tidak bagus dan kena "hukuman" tes individual alias disuruh nyanyi bagian mereka yang nyaris kromatis satu-satu. Hari itu adalah hari Kamis. Kalau sudah Kamis, grup Bass sudah pada nervous. Sopran dan Tenor pada stress dengan tingginya nada pada lagu ini. Alto juga tidak kalah stress dengan bagiannya yang kadang ajaib bunyinya. Pianisnya apalagi; selain sibuk dengan bagiannya sendiri, kadang masih harus mainkan per bagian suara untuk membantu adik-adik menyanyikan bagian mereka dengan tepat.

Pelajaran Bahasa Jepang
Selain latihan rutin, kami harus ikut sesi pemotretan foto resmi tim, pengukuran kostum, penampilan di berbagai event, hingga kursus Bahasa Jepang. Aduhai, selain belajar lagu-lagu, ngurus tugas kuliah, lari kian kemari tampil di sana-sini, kami masih harus juga belajar Bahasa Jepang. Guru kami adalah mahasiswa Jurusan Sastra Jepang Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP/sekarang Universitas Negeri Surabaya), mas Martin. Berhubung saya masih single, adik-adik saya nekat menjodohkan saya dengan sang guru. Puji Tuhan, tidak ngefek.


Rekaman Orkestra
Di Festival nanti, tim kami akan menyanyi diiringi piano dan orkestra. Bapak Musafir Isfanhari, yang juga merupakan salah satu tim pelatih kami, memberikan saya score orkestra untuk kedua lagu. Saya harus menyesuaikan intro dan transisi lagu medley sesuai aransemen orkestra tersebut. Score ini juga sudah dikirim ke Jepang sehingga orkestranya dapat berlatih.

Tapi, kami tidak memiliki orkestra di Indonesia dengan siapa kami dapat berlatih untuk membiasakan adik-adik dengan suara orkestranya. Sudah menjadi tugas pianislah untuk merekam seluruh bagian orkestra dengan keyboard untuk menjadi acuan bagi penyanyi. Ya, saya harus merekam bagian setiap instrumen dalam orkestra di keyboard untuk kemudian digabung menjadi orkestra.

Saat itu kemampuan sight reading alias membaca not balok-langsung main saya parah abis. Saya harus main bagian 12-16 instrumen (piccolo, flute, oboe, clarinet, bassoon, trumpet, french horn, trombone, tuba, violin 1, violin 2, viola, cello, double bass, percussion, piano), direkam satu-satu, untuk 2 lagu penuh! Kalau ada kesalahan ketika merekam, harus mulai dari awal lagi, karena tidak akan ada editing. Karena mereka harus menyewa studio, saya diharapkan bisa menyelesaikannya dalam waktu 7 jam (1 shift) untuk menekan biaya. Gimana nggak stress?!?!?

Puji Tuhan, hari itu guru saya mbak Patrisna Widuri berkenan mampir untuk membantu. Kami berhasil menyelesaikan seluruh rekaman dalam waktu kurang dari 7 jam!


Menjelang Keberangkatan
Menjelang keberangkatan, kami berikut orangtua kami diundang untuk melakukan pelepasan resmi Tim Paduan Suara Remaja Jawa Timur (East Java Youth Chorus Team) 1998. Kami sudah menyelesaikan 3-4 bulan latihan, berjuang keras bahkan di tengah kondisi negara yang porak-poranda dan mencekam.

Pesan dari Bapak Pimpinan PDK kala itu sungguh menggugah rasa patriotisme. Intinya, kami diingatkan akan situasi dan kondisi negara kami yang, di mata negara lain, dipandang sangat kacau. Kami berangkat menjadi duta-duta bangsa, membawa cahaya Indonesia ke mata dunia; menyatakan pada dunia bahwa meskipun keadaan negara kacau, kami masih dapat membawa keindahan, persatuan, pengharapan dan persahabatan. Kami diharapkan dapat mengharumkan nama Indonesia yang tengah terpuruk, menjadi wangi Indonesia melalui nada-nada yang kami bawakan. Mereka menitipkan nama Indonesia kepada kami. Sebuah tugas yang sangat berat bagi kami-kami yang masih remaja ini!

Kami juga diminta untuk siap menjelaskan pada siapapun yang bertanya mengenai kondisi di negara kami. Bukan tidak mungkin peserta negara lain akan bertanya mengenai hal tersebut. Kami harus siap dengan jawaban yang tentunya tidak mengingkari yang ada, namun membawa pengharapan dan optimisme bagi Indonesia.

Pertemuan Dengan Gubernur Jawa Timur Basofi Sudirman

Sebagai tim resmi Jawa Timur, kami harus "pamitan" dan meminta restu dari Gubernur Jawa Timur kala itu, yaitu Bapak Basofi Sudirman. Kami menghadap beliau dengan salah satu busana resmi tim, "Sarfi" atau "Sarung Basofi". Kami juga akan membawakan salah satu lagu beliau, "Tidak Semua Laki-Laki" di Jepang nanti, meski bukan sebagai lagu Festival.

Beberapa hari sebelum berangkat, kami diundang untuk tampil pada malam jamuan resmi Provinsi Jawa Timur yang diadakan oleh kantor Gubernur Jawa Timur dalam rangka Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Penampilan ini adalah penampilan terakhir di Indonesia sekaligus pelepasan tim oleh Gubernur Jawa Timur, karena kami akan berangkat ke Jepang dua hari setelah acara tersebut.

"Kami titipkan nama Indonesia kepadamu!"

(bersambung)

Comments

Popular Posts