Dirimu Satu! (2): You Are My Family!

Tiba semua padaku
Baru terbuka mataku
Engkaulah segalanya di dalam hidupku  


Tim Paduan Suara Remaja Jawa Timur 1998

Pertemuan Pertama
Setelah tim terbentuk, maka diadakanlah pertemuan pertama. Pada hari itu semua anak anggota tim berikut orang tua mereka wajib hadir. Sesi ini semacam sesi perkenalan dan orientasi.


Semua penyanyi berumur antara 12-15 tahun. Saya sendiri saat itu berusia 19 tahun: dewasa belum, remaja juga bukan. Jadi boleh dibilang saya ini adalah "jembatan" antara grup penyanyi dan pak Theis berikut ofisial yang akan mendampingi kami ke Jepang. Meskipun saya adalah anak bungsu di keluarga, saat itu saya tanpa ragu mengambil peran sebagai kakak dari 16 adik baru saya. Karena saat itu saya mengenakan kaos kuning, saya mendapat panggilan "Mama Lemon".

Setelah perkenalan, kami mendengarkan penjelasan dari panitia mengenai tim ini. Menurut mereka, tim ini dibentuk sudah sangat terlambat dari sisi waktu (pertengahan April), karena biasanya tim dibentuk awal tahun. Hal ini dikarenakan saat itu Indonesia sedang dilanda krisis moneter, dan Pemerintah Jawa Timur tidak memiliki dana untuk memberangkatkan tim ke ajang tahunan tersebut. Mereka mengabarkan ke panitia acara di Jepang bahwa Indonesia tidak akan ikut tahun ini. Namun, pihak Jepang mendesak. Saking mendesaknya, pihak Jepang bersedia membiayai keberangkatan tim Indonesia. Setelah mendapatkan kepastian sponsor dari pihak Jepang, Pemerintah Daerah Jawa Timur langsung bergerak membentuk tim.

Karena pembentukannya yang sudah sangat terlambat, kami diharapkan berlatih minimal enam hari seminggu, tidak boleh tidak hadir kecuali karena alasan yang sangat mendesak. Tidak boleh datang terlambat. Latihan akan dijalankan dengan disiplin ala militer. Partitur harus disimpan rapi dalam folder plastik dengan warna sesuai jenis suara (sopran-kuning, alto-merah, tenor-hijau, bass-biru). Kami harus mengikuti semua penampilan yang dijadwalkan sebagai "pemanasan" atau latihan tampil sebelum berangkat ke Jepang.

Kami juga diingatkan supaya tidak terlalu berharap kami jadi berangkat. Lho? Gimana toh? Katanya sudah dapat sponsor dari Jepang? Pihak Pemda Jatim mengatakan, dengan situasi negara yang tidak menentu dan menjurus genting, tidak menutup kemungkinan menjelang keberangkatan terjadi kekacauan sehingga tidak memungkinkan bagi kami untuk berangkat. Atau kalau pihak Jepang membatalkan sponsornya untuk Tim kami dikarenakan kondisi Indonesia yang kacau. Bahkan kami diminta siap kalau sampai tidak jadi berangkat meski kami sudah sampai di bandara di hari keberangkatan.

Para orangtua juga di-briefing mengenai tanggung jawab mereka, mulai memastikan anak-anak mereka hadir tepat waktu dan siap, mengikuti setiap tahapan, hingga biaya. Meskipun tim ini mendapat sponsor dari Jepang, kami tetap harus mengeluarkan biaya untuk seragam tim seperti kaos harian, jaket tim, topi tim, sepatu, bawahan (rok/celana) hitam, dan sebagainya.


Bukan Hanya Teman, Tapi Keluarga!
Ada kisah yang sangat menyentuh di tim ini. Salah satu anggota tim kami berasal dari keluarga kurang mampu. Orangtuanya bahkan sudah ikhlas bila mereka harus mundur dari tim karena ketidakmampuan untuk memenuhi biaya yang harus dikeluarkan. Namun para orangtua yang lain tidak membiarkan hal tersebut terjadi. Jangan sampai hanya karena biaya, bakat anak tidak bisa dikebangkan dan disalurkan. Mereka semua urunan untuk membiayai kebutuhan si anak. Saya tahu ini karena saya kan "jembatan" antara remaja dan dewasa, jadi saya ikut berhepi-hepi dengan para remaja, dan ikut pembicaraan serius dengan para dewasa. Saya menjadi mata dan telinga bagi kedua belah pihak.

Meskipun tim kami berasal dari berbagai latar belakang, kami sama sekali tidak membedakan dalam berteman. Mereka yang berasal dari keluarga mampu sama sekali tidak tampil berbeda atau mewah-mewahan, sehingga kalau dilihat selintas, tidak ada perbedaan sama sekali. Sejak awal, saya sudah berkomitmen bahwa mereka ini bukan hanya teman satu tim; mereka ini adalah adik-adik saya yang harus saya jaga, ayomi, sayangi, dan dukung. Tak dinyana, mereka semua juga sehati, komitmen tersebut sudah kami rasakan sejak awal, meskipun tidak terucap. Bahkan Pak Theis dan para pegawai Pemda Jatim yang sudah 10 tahun menangani tim Osaka (kami tim ke-10) mengakui bahwa tim kami ini sangat dekat satu sama lain.

Tahun-tahun sebelumnya ada orangtua yang ikut berangkat ke Jepang mendampingi anak-anak mereka. Tahun ini, tidak ada orangtua yang akan ikut berangkat. Ofisial dari Pemda Jatim juga dibatasi. Selain 16 penyanyi, satu pianis dan satu dirigen, tim kami hanya ditambah satu orang ketua tim dan satu orang perias/penterjemah. Kami harus belajar menata rambut sendiri, merias sendiri, dan harus bisa saling mendukung satu sama lain. Mungkin ini pulalah yang membuat kami jadi begitu dekat, baik grup orang tua maupun tim paduan suara. Kami bukan hanya rekan satu tim.....kami ini keluarga!


(bersambung)

Comments

Popular Posts