Mencatat Kebaikan Hati Pasangan: Cara Jos Bikin Hati Adem Ketika Marahan

Beberapa bulan yang lalu saya meminjam buku dari perpusatakan berjudul "If You're in My Office, It's Already Too Late: A Divorce Lawyer's Guide To Staying Together" karya James J. Sexton. (Terjemahan judul: "Kalau Anda Berada di Kantor Saya, Semuanya Sudah Terlambat: Panduan Pengacara Perceraian untuk Mempertahankan Pernikahan"). Buku tersebut menyajikan berbagai kisah perceraian dan masukan dari seorang pengacara perceraian bagi pasangan yang ingin pernikahannya langgeng. Ditulis dengan gaya humor namun serius dan langsung mengena, buku ini menjadi semacam jendela buat saya untuk melihat ke dalam kehidupan rumah tangga pada umumnya: apa yang biasanya menjadi bibit perpecahan hingga terjadi perceraian.

Mungkin pembaca heran, mengapa saya membaca buku mengenai perceraian. Apa saya mau cerai? Ooh, tidak, sama sekali tidak. Buat saya hal-hal semacam ini justru menjadi pembelajaran buat kami berdua. Kami juga ingat, ketika kami menjalani konseling pranikah di gereja, kami juga berbicara mengenai perceraian. Menurut saya pribadi, memahami perceraian itu bagus untuk kita-kita yang akan atau sudah berumah tangga. Kalau perceraian diibaratkan musuh, kita harus mengetahui bagaimana musuh bekerja untuk bisa mengantisipasinya. Betul?

Dalam buku tersebut disarankan untuk kita mencatat kebaikan pasangan kita. Jujur nih, saya cukup kaget membaca saran tersebut. Pasalnya, saya sendiri sudah melakukannya sejak tahun 2016 lalu. Saya punya sebuah file khusus di komputer di mana saya mencatat hal-hal yang suami lakukan untuk saya yang memberikan kesan mendalam sejak zaman kenal hingga sekarang. Hingga detik tulisan ini dibuat, file tersebut sudah berisi delapan halaman lebih, diketik dengan huruf Arial ukuran 11, spasi single.

Tidak perlu sesuatu yang besar seperti membelikan saya rumah beserta isinya, perhiasan mahal atau mobil mewah. Perlu dicatat, kami bukan pasangan kaya, bahkan kalau dalam standar Amerika kami ini termasuk kategori menengah ke bawah (bahasa gaulnya misqueen). Suami jarang memberikan saya barang-barang mewah, tapi banyak hal kecil yang dia lakukan sungguh berkesan buat saya.

Berikut ini beberapa contoh yang saya tuliskan di dalam file kebaikan suami:
  • Zaman baru kenal, dia tahu saya suka main piano. Dia mengantar saya ke ruang latihan piano di universitas saya di Michigan. Saya tidak tahu menahu soal ruang latihan ini karena saya tidak pernah ikut Open House kampus.
  • Ketika nonton hoki es bareng, bola hoki (puck) terbang ke arah tribun tempat kami duduk. Karena permainan hoki es sangat cepat, mata saya sering tidak bisa mengikuti cepatnya pergerakan puck. Semua penonton di tribun kami sudah membungkukkan tubuh mereka sambil melindungi kepala, kecuali saya. Ketika saya akhirnya sadar akan apa yang terjadi dan melihat semua orang sudah membungkuk, saya lihat suami malah menempatkan tubuhnya di depan saya, melindungi saya. Ini murni refleks! Tidak ada korban puck hari itu, tapi hal ini sungguh berkesan buat saya!
  • Ketika ia mendapat pekerjaan, saya harus naik bis ke tempat saya mengajar piano. Saya tidak bisa membaca buku dalam kendaraan, karena saya pasti pusing. Jadinya awal-awal ia mulai bekerja saya naik bis sambil bengong, hanya melihat pemandangan saja. Suatu hari sepulang kerja ia memberikan kejutan buat saya: ia membelikan saya MP3 player supaya saya bisa mendengarkan musik di bis. Kok nggak beli smartphone saja mbak? Kan sudah saya bilang tadi......kami ini masuk kategori misqueen, apalagi zaman itu ketika baru mendapatkan pekerjaan. Saat itu kami beli HP hanya yang bisa telpon dan SMS, karena mampunya ya hanya itu.
  • Cara bertengkar kami unik. Suami orangnya pendiam, jadi kalau dia marah dia cenderung diam. Saya yang akan "berkotek" tak ada habisnya. Tapi ada satu hal yang saya kagumi darinya: meskipun kami bertengkar, dia akan memeluk saya sambil bilang "I love you". Meski hal tersebut tidak serta merta menyelesaikan masalah, perkataannya tersebut membuat saya menyadari bahwa kami ini saling mencintai satu sama lain, dan pertengkaran bukanlah cara yang paling baik untuk menyelesaikan persoalan. 
  • Setiap akhir pekan, dia akan membuatkan sarapan dan mengantarkannya ke kamar, supaya saya dapat sarapan di tempat tidur. Zaman saya kecil sih, orang tua saya tidak akan membiarkan kami makan di tempat tidur, kecuali kalau sakit. Tapi rupanya di Amerika, breakfast in bed itu sebuah bentuk perhatian dan kasih sayang, umumnya dilakukan untuk para ibu di Hari Ibu. Berhubung saya tidak dapat lagi menjadi seorang ibu sejak angkat rahim dan fakta bahwa saya dapat breakfast in bed hampir tiap akhir pekan, saya merasakan betapa suami menghargai dan mencintai saya apa adanya.
Bukan, bukan.....di sini saya bukannya mau pamer kalau suami saya baik. Saya yakin pasangan-pasangan pembaca sekalian juga sama baiknya, bahkan mungkin lebih lagi. Hanya saja, ketika kita bertengkar atau sedang sebal dengan pasangan, kita tidak bisa melihat kebaikan-kebaikan ini. Kita begitu dibutakan oleh kemarahan, sehingga yang terlihat hanyalah kejelekan pasangan.

Kalau saya marah, sebal, atau sekadar rindu pada suami, saya akan membuka daftar itu dan melihat kembali semua hal yang sudah dia lakukan untuk saya. Dijamin, hati akan langsung adem. Karena daftar tersebut meliputi waktu sebelum kami mulai pacaran hingga sekarang, saya dapat melihat sebuah pola yang tetap, sesuatu yang menunjukkan bahwa dia benar-benar mencintai saya apa adanya. Cintanya pada saya tidak pernah berubah, meski pernikahan kami tidak sempurna. Apalagi setelah saya angkat rahim dan butuh diyakinkan bahwa cintanya pada saya tidak berubah. Daftar ini telah sangat membantu saya melewati masa-masa berat itu.

Tentu saja hal ini bukan satu-satunya cara untuk menjaga pernikahan, karena masalah-masalah dalam pernikahan itu sangat kompleks. Tapi setidaknya, daftar ini mengingatkan saya untuk tidak menjadi egois dalam pernikahan.

Berminat? Selamat mencoba!!!


Comments

Popular Posts