Refleksi Tentang "Damai"

Hari ini, di Gereja, saya mendengar sebuah kisah yang sangat menyentuh hati saya. Pagi itu Pastor bertanya kepada segenap jemaat:

"Kalau anda mendengar kata 'damai', apa yang ada di pikiran anda?"

Saya langsung berpikir tentang pegunungan yang tenang, angin sepoi-sepoi, semua di alam ini berjalan sesuai dengan kodratnya. Tidak ada kekacauan, semua lancar, semua orang saling menghormati dan menghargai, pokoknya semua yang baik-baik.

Pastor saya melanjutkan pertanyaannya dengan sebuah kisah. Berhubung bahasa Inggris saya listening-nya masih agak kurang baik, saya tidak menangkap setiap detailnya. Saya hanya akan menceritakan garis besarnya saja.

Kisah beliau berawal dari seorang artis, yang juga seorang kolektor seni, yang mengadakan sebuah kompetisi lukis. Tema kompetisi ini adalah "Gambaran Damai". Ratusan peserta mengirimkan karya mereka dari seluruh penjuru dunia.

Pada final kompetisi, ada dua karya yang menjadi finalis. Kedua karya diletakkan di atas panggung dan ditutupi kain. Ketua dewan juri kemudian membuka tabir lukisan pertama. Lukisan tersebut menggambarkan sebuah danau yang sangat indah dan tenang, saking tenangnya danau tersebut mampu merefleksikan keindahan pegunungan di sekelilingnya dengan sempurna. Pohon-pohon berdiri tenang tanpa angin, langit biru cerah, dan sekelompok domba sedang merumput di lereng pegunungan yang hijau. Para hadirin yang melihatnya berdecak kagum.

Saat Pastor saya membacakan gambaran lukisan pertama, saya berpikir, "Ha! Kok bisa persis ya dengan bayangan saya tentang damai?"

Kemudian Pastor saya melanjutkan kisahnya. Sang Artis yang menyelenggarakan kompetisi membuka tabir lukisan kedua. Para hadirin terkesiap. Lukisan ini sama sekali tidak seperti yang mereka (atau saya!) bayangkan. Lukisan tersebut menggambarkan air terjun besar di tebing berbatu yang airnya mengalir sangat deras, pohon-pohon disekitarnya seperti sedang diterpa angin yang cukup kencang, langit diselubungi awan gelap pertanda badai akan segera datang. Sebuah pohon di bebatuan di samping air terjun itu menjulurkan dahannya ke tepi air yang deras, seolah menantang sang air terjun. Sama sekali tidak menggambarkan sesuatu yang damai.

Namun, lanjut Pastor saya, di cabang pohon tersebut (ujung yang paling dekat dengan batang) terdapat sebuah sarang burung, dengan Sang Ibu Burung mengembangkan sayapnya melindungi anak-anaknya, dengan mata yang tertutup, duduk/tidur dengan tenang di antara semua kekacauan itu.

Pastor saya berkata "Damai bukan berarti bahwa semua yang ada di hidup kita berjalan dengan sempurna, namun damai adalah sebuah keyakinan dan ketenangan hati dan roh bahwa kita aman dalam perlindungan Tuhan, di antara lengan-lengan kasihNya, meski situasi di sekitar kita kacau balau."

Whoa! Meskipun kisah ini sederhana, tapi saya sungguh sangat tersentuh! Di dunia ini kita tidak akan pernah lepas dari badai: selesai satu badai, badai lainnya sudah siap menghadang. Kadang berbagai 'kekacauan' datang bersama-sama, yang kalau dalam bahasa Inggris dikatakan "When it rains, it pours" ("Sekalinya hujan, derasnya seperti dicurahkan dari langit").

Sekarang yang menjadi masalah adalah sikap hati kita: mau ikut terlarut dalam kekacauan, atau tetap damai dan tenang dalam Tuhan?

Sesampainya di rumah saya mencoba mencari kisah ini di internet. Ternyata banyak sekali versinya, tapi pesannya tetap sama: damai bukan berarti semua hal dalam kehidupan kita lancar jaya, tetapi sikap hati yang tenang dan percaya di tengah segala badai yang menghadang.

Ah, cocok sekali dengan apa yang saya hadapi baru-baru ini. Kisahnya akan segera saya tuliskan. Mohon doanya ya!


Sumber-sumber di Internet:
- "A Portrait of Peace" http://petalsofjoy.org/?p=245
- "Peace in the Midst of the Storm" http://www.jackdawson.com/categories.php?category=Seek-%26-Find-Prints/Peace-in-the-Midst-of-the-Storm
- "Picture of Peace" http://www.inspirationalarchive.com/texts/topics/peace/pictureofpeace.shtml





Comments

Popular Posts