Les Piano Online 4: Tips dan Trik


Pada episode kali ini saya ingin berbagi tentang tips dan trik dalam menjalankan Les Piano Online, lebih ke arah yang non-teknis. Yuk, kita simak bersama!

Pembayaran
Pertanyaan ini selalu muncul ketika saya bercerita ke rekan-rekan sesama guru. Bagaimana cara pembayarannya, lha wong muridnya di mana, gurunya di mana. Dalam kasus saya, saya mendapatkan banyak kemudahan. Sebagai guru, sejauh ini saya menerapkan 3 jenis sistem pembayaran:
  • Dititipkan ke keluarga. Murid online pertama saya tinggal di kota yang sama dengan keluarga saya. Karena saat itu saya tidak memiliki akun bank, kami bersepakat bahwa murid saya ini akan mengantarkan uang les ke ibu saya, yang kebetulan rumahnya satu daerah dengan murid saya ini. Ibu saya kemudian menyimpankannya untuk saya, sampai saya datang ke Indonesia. Hitung-hitung menabung, dan ketika ke Indonesia tidak perlu tukar uang Dolar ke Rupiah!
  • Transfer Bank. Tahun kedua mengajar online, saya sempat pulang ke Indonesia. Kesempatan tersebut saya manfaatkan untuk membukan akun tabungan di bank Indonesia, sehingga murid-murid saya di Indonesia bisa lebih mudah dalam melakukan pembayaran dan tidak sampai merepotkan baik murid maupun ibu saya. Setiap periode pembayaran, mereka akan transfer, lalu mengirim kabar ke saya. Setelah menerima kabar, saya akan cek di online banking bank saya di Indonesia dan mengunduh bukti transaksinya.
  • Pengiriman Cek. Metode ini saya terapkan di Amerika. Saya juga memiliki murid online di Amerika, dan ibunya melakukan pembayaran dengan mengirimkan cek ke saya. Kadang kalau kebetulan bertemu, beliau akan langsung menyerahkan cek kepada saya. Murid saya yang non-online 90% melakukan pembayaran dengan cek. Sisanya melakukan pembayaran tunai. 
Saya sengaja tidak meminta murid-murid online saya, khususnya yang di Indonesia, untuk melakukan transfer uang les internasional. Alasannya sudah jelas, transfer uang internasional cukup mahal, bisa jadi biaya transfernya bisa memakan 50% dari uang les. Rugi dong saya. Seandainya saya membebankan biaya ini pada murid, tentunya akan memberatkan. Jadi dengan menetapkan cara-cara di atas, sejauh ini kami sama-sama diuntungkan.

Dalam kasus saya sebagai murid, pembayaran saya adalah pengiriman cek ke keluarga guru saya di Denver. Jadi semacam kombinasi dari ketiga metode di atas.

Saya tidak dapat berkata bahwa cara pembayaran ini akan selalu bisa diterapkan di mana saja. Belum tentu. Seandainya saja guru saya tidak punya keluarga di Amerika, mungkin saya akan pusing memikirkan bagaimana cara pembayarannya. Atau kalau saya mendadak menjadi hebat/terkenal dan mendapatkan murid dari negara lain selain Indoensia dan Amerika, maka saya harus memikirkan metode pembayaran. Mungkin online, seperti Paypal? Kemungkinan tersebut bisa dijajaki. 


Dual-lesson
Pada tulisan-tulisan sebelumnya sudah saya katakan bahwa Les Piano Online bukanlah sistem yang ideal. Les piano tatap muka tetaplah sistem yang paling ideal. Untuk itu, apabila situasi memungkinkan, saya akan memberikan les tatap muka pada murid-murid online saya. Bagaimana caranya? Saya menyebutnya Dual-lesson.

Dalam sistem ini, murid online akan melakukan les online dan les tatap muka bergantian, sepanjang kondisi memungkinkan. Saya akan berikan contoh yang sudah saya praktekkan.
  • Murid saya di Amerika tinggal di kota yang jaraknya sekitar 1,5 sampai 2 jam dari tempat saya. Saya dan ibunya bekerja sama dalam sebuah grup Gamelan Jawa yang sering tampil untuk mempromosikan budaya Indonesia, khususnya Jawa, di wilayah Denver dan sekitarnya. Awalnya putra beliau les piano dengan saya hanya kalau kami bertemu untuk latihan 2 minggu sekali. Tapi kadang, perpaduan antara kesibukan, cuaca, jarak, dan faktor-faktor lain, latihan bersama ini bisa sebulan sekali atau bahkan lebih jarang dari itu. Untuk menjamin kontinuitas pendidikan musik si anak, saya dan ibunya bersepakat untuk les online ketika kami tidak ada jadwal latihan gamelan, dan tatap muka ketika ada latihan gamelan. Sungguh suatu keuntungan bahwa penampilan gamelan kami selalu disertai dengan kolaborasi dengan piano/biola, sehingga di tempat latihan selalu ada piano atau  minimal keyboard dengan tuts berpemberat dan panjang oktaf standar. Dengan demikian, kami dapat memaksimalkan pendidikan musik meskipun sebagian dilakukan secara online.
  • Saya berusaha untuk pulang ke Indonesia setahun sekali. Hal ini belum tentu juga dapat saya lakukan, tapi saya selalu mengusahaan waktu dan biaya untuk bisa bertemu keluarga saya. Nah, saat 'kunjungan kenegaraan' inilah, saya dan murid-murid saya di Indonesia memanfaatkannya untuk les tatap muka. Kadang saking semangatnya bisa sampai 2 atau 3 kali seminggu. Mumpung ketemu.
  • Sejauh ini guru saya selalu kembali ke Denver pada liburan Natal/Semester dan liburan musim panas. Liburan tersebut panjangnya antara 2 - 3 bulan. Loh, gimana sih kok libur natal 2-3 bulan? Ternyata di Brazil tahun ajaran berakhir di bulan Desember dan mulai kembali bulan Februari. Jadi liburan Natal lebih panjang karena sekalian libur kenaikan kelas, kira-kira begitu. Kami les online pada bulan-bulan lainnya, dan begitu beliau mendarat di Denver kami langsung menjadwalkan bertemu tatap muka. Biasanya semakin mendekati tanggal keberangkatan beliau kembali ke Brazil kami akan meningkatkan intensitas les.

Daylight Saving Time dan Perbedaan Waktu
Daylight Saving Time? Apa pula itu? Saya juga agak kesulitan ini menjelaskannya, tapi intinya adalah di musim semi kami akan memajukan jam kami 1 jam (Spring Forward untuk mengingatkan kami), dan di musim gugur kami akan memundurkannya 1 jam (Fall Back). Konon tujuannya adalah agar kami mendapatkan lebih banyak sinar matahari, terkait dengan perbedaan panjang hari dan malam di negara-negara 4 musim.

Mengapa saya sampai perlu membahas daylight saving? Karena saya memiliki murid di negara lain yang tidak menerapkannya. Akibatnya, perbedaan waktu antara saya dan murid saya berubah seiring dengan daylight saving  ini. Dan itu berarti waktu les berubah bagi saya, meskipun tidak berubah bagi murid saya.

Baiklah saya mencoba gambarkan. Dalam kondisi normal (non-daylight saving) perbedaan waktu antara Denver dan Surabaya adalah 14 jam, dengan Surabaya di depan Denver. Jadi kalau lesnya adalah jam 8:00 WIB hari Senin, maka jadwal mengajar saya adalah jam 18:00 MST (Mountain Standard Time, waktu wilayah Denver tanpa daylight saving) hari Minggu.

Ketika Denver menerapkan daylight saving, jadwal mengajar berubah. Dengan adanya daylight saving perbedaan waktu antara Denver dan Surabaya menjadi 13 jam. Saya yang tadinya mengajar jam 18:00 MST, sekarang harus mengajar jam 19:00 MDT (Mountain Daylight Time). Sementara murid saya di Indonesia tetap les jam 8:00 WIB. Sebagai guru yang tinggal di negara yang menerapkan daylight saving, saya harus benar-benar memperhatikan kalender, kapan kami harus menggeser jam kami dan menghitung pengaruhnya bagi jadwal les murid-murid saya. Untungnya Facebook selalu mengingatkan. Saya yang rajin ngendon di Facebook merasa sangat terbantu.

Bingung? Saya juga. Apalagi menjadwal les dengan guru saya di Brazil yang saya sendiri tidak familiar dengan perbedaan waktu dan sisten daylight saving di Brazil. Untung guru saya selalu menggunakan sistem MST/MDT kalau menjadwalkan les online dengan saya, meskipun beliau di Brazil. Beliau yang mengkonversikan waktunya untuk saya.

Kalau bingung tinggal cek saja di internet untuk memastikan bahwa perbedaan waktu yang kita perhitungkan sudah benar untuk negara tersebut dan untuk saat itu. Website yang sering saya pakai adalah www.worldtimeserver.com. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan kalau anda ingin les online dengan seseorang di belahan dunia yang lain. Selain penting untuk keperluan penjadwalan, ini penting supaya kita dapat menepati waktu yang telah kita jadwalkan dengan guru/musisi yang jadwalnya juga cukup padat. Membantu kita untuk bersikap profesional. 

Selalu cek: perbedaan waktu dan daylight saving.


Pencatatan/cara belajar
Saya juga telah menyebutkan bahwa untuk meningkatkan efektivitas LPO, kita harus rajin mencatat. Saya sebagai guru maupun sebagai murid tetap harus mencatat. Saya lebih banyak mencatat ketika saya menjadi murid. Buku saya penuh coretan, mulai dari makna judul, makna istilah-istilah, posisi jatuhnya berat tangan (tanda panah ke bawah), nomor penjarian, sampai bagaimana teknik tertentu diterapkan. Contoh: ibu jari harus memainkan 2 not yang bersebelahan sementara jari lain di tangan yang sama memainkan not lain. Saya menulis: "mainkan dengan ibu jari di ujung tuts kedua not"). Contoh lain: posisi tangan natural, ujung jari kelingking dan ujung ibu jari membentuk garis diagonal, bukan horizontal. Semacam itu.

Cara lain pencatatan dilakukan secara cerdas oleh murid saya. Selain mencatat di bukunya, dia mencatat istilah-istilah musik, teknik-teknik musik, dan hal-hal lain yang penerapannya tidak hanya terbatas pada satu lagu di kertas-kertas yang dipasangnya pada papan di atas pianonya. Jadi setiap kali les dan kami menemukan istilah/teknik yang pernah kami pelajari di lagu lain di masa lalu, dia hanya perlu melihat ke papan tersebut. Ide yang luar biasa! Sepertinya saya perlu menerapkannya juga nih.

Papan Catatan Musik
Foto oleh: Nabila A.




Pendamping untuk Anak-anak 
Saya tidak merekomendasikan LPO bagi murid usia anak-anak yang belum pernah belajar piano sama sekali. Bagaimanapun, les tatap muka tetap penting untuk pengembangan teknik bermain yang baik dan benar, terutama pada level dasar. Namun bagi murid usia anak-anak yang pernah les piano tatap muka beberapa tahun dan ingin les online, saya mensyaratkan orang tuanya untuk ikut les sebagai pendamping. Ini syarat mutlak dari saya.

Pendamping akan ikut belajar bersama murid, dan akan menjadi semacam asisten bagi guru online. Saya dan kakak saya menerapkan ini ketika keponakan saya les piano online dengan saya. Bagaimanapun, kakak sayalah yang akan mendampingi keponakan saya berlatih pada 6 hari yang lain. Kakak saya harus ikut memahami apa yang saya coba sampaikan kepada keponakan saya itu dan membantunya mengulang pelajaran tersebut di hari-hari lain. Hal ini sangat penting dalam pembelajaran teknik. Kadang saya meminta kakak saya, yang kebetulan juga bisa bermain piano, mendemonstrasikan sesuatu kepada keponakan saya.

Contohnya adalah ketika kami berlatih merasakan berat tangan. Karena keponakan saya tidak bisa memegang tangan saya untuk merasakan beratnya tangan ketika kondisi rileks penuh, saya meminta kakak saya mempraktekkannya pada dirinya sendiri (merasakan berat tangan) dengan penjelasan dan contoh visual dari saya, lalu meminta dia mendemonstrasikannya pada putranya. Menjelaskan hal semacam ini kepada orang dewasa lebih mudah, dan ilmunya bisa dipraktekkan/didemonstrasikan kepada anak.

Lalu, apa batas usia pendampingan ini? Sejauh ini untuk anak-anak dibawah usia 10 tahun saya mewajibkan pendampingan. Anak-anak usia 11-12 tahun ke atas sudah lebih bisa memahami hal-hal yang lebih kompleks dan sudah lebih memiliki tanggung jawab, sehingga saya tidak mewajibkannya. Murid online saya di Amerika berusia sekitar 12-13 tahun, dan dia memanage lesnya sendiri. Dia mempersiapkan laptop, buku, dan hal-hal lainnya sendiri. Apalagi dengan adanya dual-lesson, saya biasanya akan fokus ke teknik ketika kami tatap muka, dan fokus ke hal-hal lain seperti baca not, lagu, dan hearing/ear training ketika les online.


Penomoran Bar/Garis Birama dan Halaman
Kadang dalam proses pembelajaran kita ingin menggarap suatu bagian tanpa harus selalu main dari awal. Untuk keperluan referensi bagian, saya dan murid saya selalu menomori bar/garis birama yang ada di lagu. Umumnya di awal baris selalu ada nomor yang mengindikasikan nomor bar/garis birama pertama di baris tersebut. Saya tinggal meneruskan saja. Kalau murid belum memahami apa itu penomoran garis birama, harus dijelaskan sejak awal.

Misalnya, saya ingin menggarap mulai dari garis birama/bar 17 - 25. Maka saya akan bilang ke murid saya, "coba kamu lihat bar 17 - 25. Kita akan mulai dari situ." atau "ayo kita latih transisi dari bar 30 ke 31". Penomoran akan sangat memudahkan referensi/rujukan bagian yang kita maksud, terlebih lagi bila lagu yang kita mainkan panjang sekali.

Dalam kasus saya, lagu yang saya mainkan kadang sampai 8 atau 10 halaman. Guru saya biasanya mereferensi halaman dan bar/garis birama, sehingga lebih cepat untuk menuju ke posisi dimaksud daripada bila hanya mereferensi garis birama saja. Contoh: "Dhita, coba kita kembali ke halaman 3, bar 30-31 dan seterusnya. Di situ beat-mu kurang jelas."


IMLSP.ORG
Apakah anda pernah mendengar website ini? Ini website andalan para guru piano dan musisi. IMSLP.ORG memiliki karya-karya musik yang telah habis masa hak ciptanya (public domain) yang tentunya bisa diunduh dengan gratis. Memang itu tujuan utamanya: menciptakan perpustakaan digital  karya-karya musik yang pernah ada, selama karya tersebut telah menjadi public domain. Di Amerika, lagu-lagu yang diterbitkan sebelum tahun 1923 termasuk dalam ranah public domain. Jadi, lagu-lagu piano zaman Barok, Klasik, Romantik dan sebagian kecil musik Abad 20 (Impressionisme misalnya) masuk dalam ranah public domain. Tidak hanya piano, tapi juga untuk instrumen yang lain dan bahkan orkestra.

Saya dan guru saya banyak menggunakan IMSLP untuk keperluan mengunduh lagu dan membandingkan edisi. Namun kami tetap sangat ketat dalam menghormati hak cipta. Setiap kali saya akan belajar lagu yang masih berada di bawah hak cipta, saya pasti beli partitur asli, meskipun di internet bertebaran yang gratisan. Selain menghormati hak cipta seorang komponis (yang tentunya juga berpengaruh ke penghasilan beliau), saya juga bisa membangun perpustakaan musik pribadi saya. Meski sekarang zaman sudah canggih dan banyak orang menggunakan tablet/laptop untuk melihat partitur mereka, saya lebih suka partitur kertas. Lebih asyik, lebih asli, dan bisa dicorat-coret. Tidak melelahkan mata pula karena cahaya layarnya. Ukurannya juga lebih besar dari layar gadget manapun, lebih mudah untuk dibaca.

Catatan saya: masa habisnya hak cipta bergantung dari banyak hal. Ada yang memang tidak pernah diurus hak ciptanya/tidak ada hak cipta (contoh: lagu daerah/folk song), ada sekian tahun setelah kematian komponisnya (biasanya sekitar 90 tahun), dipublikasikan sebelum tahun 1923, dan ada atau tidaknya pembaruan hak cipta. Saya bisa saja salah dengan angka-angka yang saya sebutkan di atas, jadi mohon pelajari lebih dalam mengehai hak cipta di negara di mana anda akan mengunduhnya. UU hak cipta Kanada (basis IMSLP) beda dengan UU hak cipta Amerika. IMSLP juga akan selalu mengingatkan setiap kali kita akan mengunduh.

Pesan saya bagi para musis, guru, dan murid: hargai hak cipta. Kalau suatu karya bukan public domaini, sedapat mungkin kita membeli partitur aslinya. Dengan demikian kita ikut menunjang kehidupan sesama musisi serta mendukung tumbuhnya kreativitas dan karya-karya musik berkualitas.



Waaahhhh, lumayan juga ya pembahasan edisi kali ini. Semoga bermanfaat bagi rekan-rekan sekalian. Apabila rekan-rekan memiliki pertanyaan, bisa kirim pesan ke saya dan saya akan coba jawab berdasarkan pengalaman saya.

Adakah kisah-kisah lucu dan seru ketika les online? Nantikan di edisi selanjutnya!!!

(Bersambung)








Comments

Popular Posts