JONES atau JOJOBA?

Akhir-akhir ini saya sering sekali membaca istilah JONES di media sosial. Karena lama tinggal di Amerika, saya ketinggalan banget kalau urusan bahasa gaul. Apa sih Jones itu? Nama orang? Murid saya di Indonesia akhirnya memberikan penjelasan bahwa arti jones adalah jomblo ngenes.

Reaksi saya adalah antara tertawa dan prihatin. Tertawa karena kaum muda Indonesia cukup kreatif menciptakan jargon-jargon baru. Prihatin karena kesan dari kata tersebut cenderung negatif. Seolah-olah kehidupan seorang lajang itu merana/ngenes. Saya kurang tahu apakah 'gelar' ini disematkan pada semua orang lajang atau hanya pada para lajang dengan kriteria tertentu. Barangkali ada yang bisa memberi tahu saya?

Meskipun saya sudah menikah, saya mengalami periode lajang yang cukup lama. Sebagai catatan, saya kenal calon suami ketika usia saya 27 tahun, pacaran ketika umur 28, dan menikah usia 31. Catatan tambahan, suami saya itu adalah cinta pertama, pacar pertama, dan suami pertama (semoga langgeng sampai mau memisahkan ya). Banyak orang bilang, aih, romantisnya.....suami istri sama-sama cinta pertama? Betul, romantis banget. Yang nggak romantis adalah periode lajang 27 - 31 tahun itu, terutama 10 tahun terakhirnya. Heheheheh............

Saya secara pribadi menikmati masa lajang saya. Saya memilih menjadi JOJOBA (jomblo-jomblo bahagia) daripada menjadi JONES. Terserah orang luar mau bilang saya apa, yang memutuskan saya bahagia atau tidak menjadi lajang adalah SAYA. Heheheh......yuk kita lihat apa yang menyebabkan hidup lajang itu ngenes, dan apa saja karunia tersembunyi kehidupan seorang lajang.


Ngenes-nya Hidup Lajang
Loh mbak, katanya mbak dulu jomblonya bahagia. Kok ada sub judul itu? Iya, namanya orang hidup pasti ada suka dukanya kan? Maka meskipun saya memilih menjadi jojoba, ngenesnya tetap ada. Apa yang bikin saya ngenes?

Divonis sebagai manusia tidak lengkap dan manusia tidak (akan bisa) bahagia. Saya juga sering mendengar bahwa manusia yang tidak/belum menikah itu tidak lengkap dan tidak/belum bisa bahagia. Ehm......ini saya jujur ya, ketika saya lajang, saya memang rindu menikah. Tapi saya tidak merasa bahwa saya ini tidak lengkap tanpa suami dan bahwa saya tidak bahagia. Saya bahagia, saya menikmati hidup, saya menikmati masa-masa penantian sebelum dipertemukan dengan calon suami. Yang bikin saya jutek dan tidak bahagia adalah semua penghakiman dari orang-orang tidak berperasaan itu.
Mungkin ada yang bilang, "mbak tidak ngerasa tidak lengkap tanpa suami karena mbak belum merasakan indahnya dan bahagianya hidup bersama suami". Eh, dengerin ya (galak mode on),  sekarang saya sudah menikah, dan saya tidak merasa lebih lengkap atau lebih bahagia dari sebelumnya. Setiap tahap kehidupan memiliki kebahagiaan dan kesusahannya sendiri-sendiri. Jomblo bukan berarti hidup tanpa kebahagiaan dan menikah bukan berarti hidup tanpa kesusahan. Saya bisa bahagia ketika belum bersuami maupun setelah menikah dengan suami. Bahagia itu persoalan mindset, persoalan pilihan diri kita sendiri. Saya memilih untuk tidak meletakkan keutuhan diri dan kebahagiaan diri di bahu orang lain. Kalau orang lain itu akhirya pergi dari kita atau malah tidak pernah ketemu, apakah lantas kita akan kehilangan keutuhan diri dan kebahagiaan? Tragis! Kebahagiaan diperoleh bukan dari memiliki sesuatu, tapi dengan menerima, menghargai, mensyukuri, dan menikmati apa yang sudah diberikan Sang Maha Kasih pada kita. Nanti kita bahas lebih lanjut deh.

Tekanan sosial. Sudah bukan rahasia bahwa kaum lajang menerima tekanan dari masyarakat agar segera menikah. Seolah-olah hidup melajang itu aib. Jadi buah bibir dan gosip di tempat kerja dan lingkungan masyarakat. Seolah-olah orang yang melajang sampai usia tertentu itu lantas tidak ingin menikah sama sekali. Maaf kalau kata-kata saya terdengar begitu keras dan kasar, tapi itulah fakta yang saya alami. 
Saya memang melajang cukup lama, tapi saya ingin tegaskan bahwa saya memiliki kerinduan untuk menikah. Saya kadang iri hati pada teman-teman yang sudah menikah atau yang sudah menemukan calon suami/istrinya. Makanya, kalau ada yang bilang "Jangan ngejar karir melulu, nanti kamu lupa nikah.", saya biasanya langsung melotot. Kalau saya jawab saya ingin menikah, pasti jawabannya "Ya cepat cari calon pasangannya, ingat umur". Nah loh. Kalau bisa beli di supermarket atau order online saya sih pasti langsung beli! Kalau bisa custom made lebih baik. Saya bisa ciptakan pasangn ideal saya, pesan, dan jadi! Tapi sayangnya tidak semudah itu! Lha yang ngurusin jodoh itu Sang Penjunan Agung, mau apa kita kalau memang belum diberi? Mau ngenes? Nangis bombay? Nggak lah ya. Rugi!! Yang rugi bukan hanya anda, tapi juga orang-orang di luar sana yang membutuhkan anda, talenta anda, kepribadian anda, ataupun kehadiran anda!


Karunia Tersembunyi Kaum Lajang
Hidup melajang diberikan oleh Sang Maha dengan karunianya sendiri. Yang sering terbayang di benak ketika mendengar kata lajang, apalagi kata jones, adalah orang yang merana karena belum juga ketemu jodoh. Tapi sebenarnya ada karunia di balik kehidupan lajang. Tuhan kan Maha Adil, ada susahnya, pasti juga ada kelebihannya.


Salah satu karunia seorang lajang adalah Karunia Waktu dan Kebebasan Ekstra. Kaum lajang memiliki ekstra waktu untuk dirinya sendiri selain untuk bekerja. Bagi yang sudah menikah pasti bisa merasakan bahwa waktu untuk diri sendiri sering sekali kurang. Waktu habis untuk mengurus rumah tangga, anak, dan bekerja. Saya tidak menyadari kelebihan ini sampai suatu hari teman saya bertanya apa kesibukan saya setelah pindah ke Amerika. Pertamanya saya malu-malu, karena saya 'hanya' istri dan guru piano kecil-kecilan, tanpa pekerjaan tetap, tanpa anak. Setelah saya cerita kesibukan saya hanya mengurus rumah, les piano, dan mengajar, dia berkata "wah, beruntung sekali kamu. Kamu mendapatkan kemewahan berupa waktu (the luxury of time)". Dipikir-pikir, bener juga ya! Kalau saya yang sudah menikah saja dipandang beruntung karena punya ekstra waktu, apalagi yang masih lajang!

Dengan kemewahan berupa waktu ini, kaum lajang bisa memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Anda suka sains? Ayo volunteer di museum atau membuat website interaktif pendidikan sains dengan artikel-artikel sains terkini dan bermutu. Pengen mengembangkan bisnis disamping kerja kantoran? Ayo kursus bidang yang anda tertarik (kuliner, kerajinan/craft, perencana pernikahan/wedding planner, salon, toko bunga, dsb.) lalu mulai merintis usaha, melayani masyarakat di sekitar rumah anda. Anda pemerhati pendidikan? Ayo bergerak ke masyarakat, mengajarkan baca tulis pada masyarakat yang kurang beruntung, menggalang buku untuk mendirikan perpustakaan di daerah terpencil, atau mengadakan kelas menulis bagi anak-anak. Anda suka main musik? Ajak teman-teman sesama pemusik untuk memberi konser/resital di Panti Jompo, di Rumah Sakit, dan acara-acara di masyarakat seperti Car Free Day, misalnya.

Kemewahan waktu dan kebebasan juga bisa digunakan untuk pengembangan diri. Saya dan Ibu saya suka banget kutipan dari Debby Sahertian mengenai hidup lajang. Kutipan itu berbunyi demikian "Selama masih sendiri, gali potensi diri". Ketika saya lajang, saya menyibukkan diri dengan belajar musik: piano, organ, dan teori. Saya juga belajar Bahasa Inggris secara mandiri. Saya mengeruk pengalaman dengan menjadi guru piano/organ, menjadi pengiring paduan suara, dan menjadi guru Bahasa Inggris. Saya bahkan melamar beasiswa untuk akhirnya bisa meneruskan pendidikan S2 di Amerika (yang akhirnya mengantar saya untuk bertemu dengan suami). Bagi yang suka traveling, silakan travel keliling Indonesia bahkan keliling dunia, lalu tuliskan pengalaman di blog atau buku. Hal ini bisa membantu sesama traveler untuk memberikan inspirasi tempat-tempat keren untuk dikunjungi dan tips/trik perjalanan. Doyan fotografi? Rajin-rajin belajar, ikut seminar, photo hunting, join dengan teman untuk memotret pernikahan/acara, dan publikasi hasil karya di berbagai media. Kalau perlu buka studio fotografi.

Banyak sekali yang bisa kita lakukan sebagai seorang lajang selain mengasihani (plus dikasihani) dan menangisi jalan hidup. Kalau sampai saat ini kita masih melajang, tentunya Sang Desainer Agung memang merencanakan itu secara khusus bagi kita. Ada tugas khusus yang harus kita lakukan dengan kondisi kita sebagai lajang, yang mungkin tidak akan bisa kita lakukan setelah kita menikah. Jadi menurut saya, menerima jalan hidup lajang, menjalaninya dengan sukacita, dan mengisinya dengan kegiatan positif bagi kemuliaanNya adalah bentuk ibadah, penyembahan dan kepasrahan pada Sang Maha Kuasa, dan bukan aib.


Perumpamaan Tentang Musim
Manusia paling bijaksana dalam sejarah dunia, Raja Salomo, pernah menulis: "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya."* Ungkapan ini mengingatkan saya akan musim dalam arti literal maupun musim dalam arti metafora. Saya mau ndongeng sedikit ya. Mohon sabar. Nanti semuanya jelas kok.


Planet kita, Bumi, memiliki kemiringan sumbu/axis sebesar 23,5 derajat. Kemiringan ini menyebabkan pergantian musim di negara-negara yang memiliki 4 musim. Salah satu fakta unik adalah bahwa ketika negara-negara di Belahan Bumi Utara (BBU) mengalami musim dingin, negara-negara di Belahan Bumi Selatan (BBS) mengalami musim panas. Negara-negara yang mengalami musim dingin akan mengalami malam yang lebih panjang daripada siang, sementara yang sedang mengalami musim panas akan mengalami siang yang lebih panjang daripada malam. Negara-negara yang berada di garis Khatulistiwa tidak akan mengalami perubahan sedrastis itu, tapi tetap saja terjadi perubahan musim. Termasuk musim-musim buah macem musim mangga dan duren.........heheheh........

Demikian pula dalam kehidupan manusia. Sang Desainer Agung menciptakan setiap orang secara unik baik secara fisik maupun kepribadian. Selain itu, DIA juga menetapkan jalan hidup, hari demi hari, setiap manusia dengan perancanaan khusus, dengan serangkaian tugas khusus, yang sangat unik, sesuai dengan bakat, kepribadian, dan hati manusia ciptaannya itu. Dalam jalanNya itu, setiap manusia akan mengalami pergantian musim, yang tentunya tidak sama antara satu dengan yang lainnya.

Contoh gampangnya nih, saya dan kakak-kakak saya. Saya anak terakhir, paling pemberontak lah. Kakak kedua saya orangnya lebih kalem. Suatu hari ada saudara yang punya kenalan orang Bali di tempat kerjanya dan menawarkan untuk mengenalkannya ke kakak saya. Kakak saya iya saja, diajak kenalan ya dijawab, akhirnya eh, berjodoh. Sementara saya, begitu dengar ada yang mau ngenalin, saya langsung kabur pada kesempatan pertama. Saya tidak suka dikenalin dengan tujuan untuk menjadi pasangan/menikah. Rasanya ada tekanan untuk menerima orang tersebut karena sungkan dengan yang ngenalin, meskipun mungkin saya tidak cocok dengan orangnya. Saya ingin mendapatkan suami dari antara teman-teman saya. Jadi pengennya berteman dulu, di mana orang biasanya lebih jujur dan tidak jaim supaya tidak diputusin/ditolak cintanya. Dan itulah yang terjadi pada saya. Hubungan saya dan suami dimulai dari pertemanan, yang dengan berjalannya waktu semakin dekat dan akhirnya menjadi suami istri. Jadi suami kakak saya adalah sesama orang Bali yang berdomisili di kota saya, sementara saya harus terbang mengarungi separuh Bumi untuk bertemu dengan jodoh saya. Kakak saya yang pertama malah belum menikah sampai hari ini.Tapi dia sama sekali tidak ngenes, dia malah sukses dengan bisnis fotografinya.

Ini masih satu keluarga loh, yang secara genetik serupa, yang didikannya sama, makannya sama, orang tuanya sama, sekolahnya sama (kadang-kadang, hehehe), jalan hidupnya bisa beda kayak langit dan bumi. Tapi perumpamaan musim itu tetap mengena: memang kami beda usia, tapi lihatlah....kakak kedua saya mengalami "musim pernikahan dan keluarga" lebih awal dan musim "bekerja kantoran" lebih lama dari saya dan kakak pertama. Saya mengalami "musim pendidikan formal" lebih lama dari keduanya. Kakak pertama saya mengalami "musim lajang" lebih lama dari saya dan kakak kedua. Lha wong yang satu keluarga aja bisa beda kepribadian, jalan hidup dan musim seperti itu, apalagi dengan orang lain! Kita tidak bisa menyamakan jalan hidup kita dengan orang lain, apalagi menganggap jalan hidup kita "lebih" dari orang lain hanya karena kita menikah duluan.

Hidup melajang maupun menikah hanyalah fase kehidupan. Bukan prestasi, bukan juga aib. Coba pikirkan, Australia yang sedang musim panas tidak bisa berkata kepada Kanada, eh, musim panas enak loh, ayo cepetan musim panas aja! Kalau Kanada mendadak bilang oke dan mengubah kemiringan sumbu Bumi atau pegerakan Bumi supaya dia bisa musim panas, apa gak berabe itu!! Atau Antartika yang sedang musim dingin dan gelap total 6 bulan berkata, eh Artik lagi musim panas dan terang 6 bulan, aku juga mau sekarang ah!  Tidak bisa, karena semua itu ada waktunya sendiri-sendiri. Bunga tulip di Belanda yang lagi musim dingin pengen ngembang, dia tidak lantas loncat ke Afrika Selatan, tapi menunggu dengan sabar sampai musim semi tiba, dan dia akan berkembang dengan sangat cantik! Kalau misalnya sang bunga ngotot ngembang di musim dingin di Belanda, apa jadinya? Layu sebelum berkembang.

Apa kata kunci dari semua perumpamaan ini? Menunggu dengan sabar sampai saatnya tiba! Dan ini berlaku bukan hanya bagi para jomblo ya, tapi juga bagi para cheerleaders yang sering mendorong para jomblo untuk menikah.

Sementara menunggu, manfaatkan musim anda sebaik-baiknya. Orang-orang yang hidup di negara 4 musim tidak lantas berdiam diri di rumah dan sedih karena salju turun. Tidak. Mereka menikmatinya! Mereka mengembangkan olah raga musim dingin mulai dari ski, seluncur es/ice skating, hoki es sampai broomball. Saking semangatnya, mereka bahkan punya Olimpiade Musim Dingin. Mereka membuat berbagai permainan dengan salju, mulai dari meluncur dengan papan di bukit dekat rumah, membuat boneka salju, membuat snow angel, menciptakan karya-karya terkait musim dingin, seperti musik, lukisan, puisi, dan novel. Mereka membuat baju-baju musim dingin yang cantik dan stylish. Musim apa anda saat ini? Apa yang bisa anda lakukan untuk memanfaatkan musim anda sebaik mungkin? (Hint: jawabannya bukan ngompori orang lain untuk pindah musim kalau belum waktunya.)

Sudah waktunya kita menyadari bahwa urusan yang satu ini benar-benar di luar kuasa kita. Ada yang musim pernikahan dan keluarga datang cepat, ada pula yang lambat, ada pula yang tidak mengalaminya, sebagaimana negara-negara tropis tidak mengalami musim salju. Ya, saya mengakui bahwa ada orang-orang tertentu yang menerima panggilan khusus untuk tidak menikah dan untuk mengabdikan hidupnya bagi Tuhan dan bagi masyarakat. Contoh klasik, Bunda Teresa. Tapi status menikah-tidak menikah sama sekali tidak mengurangi nilai beliau di mata Tuhannya. Mengapa? Karena beliau hidup sesuai dengan rencana dan panggilan-Nya. Kalau masa lajang yang panjang adalah porsi kita, direncanakan khusus oleh-Nya, maka bukankah menjalaninya dengan baik adalah bagian dari ibadah?

Kita ini adalah wayang di tangan Sang Dalang Agung yang berkuasa menentukan jalan hidup dan peran kita dalam kehidupan. Namun karena kita tahu bahwa Sang Dalang sangat menyayangi kita, kita bisa percaya bahwa apapun lakon hidup kita, apapun musim yang DIA rencanakan, semuanya adalah yang terbaik bagi kita. Kita semua berharga di mata-Nya: baik lajang, menikah, bercerai, janda/duda. Masihkah kita akan membedakan sesama kita dan merendahkannya hanya karena dia berbeda jalan hidupnya dari kita? Tidakkah itu berarti kita menghina Sang Dalang Agung, menganggap cerita-Nya bagi orang tersebut tidak cukup baik di mata kita, bahkan ingin mengoreksi-Nya?

Para lajang, jangan pernah menganggap diri anda rendah hanya karena status pernikahan. Anda berharga dan bermakna, sebagaimana adanya anda!


"....Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya" ~ Raja Salomo*



*Referensi: Pengkhotbah 3:1 dan 3:11






Comments

  1. Udah lama ga mampir kesini.. Tulisannyg bagus dan wajib dibaca oleh yg msh mencari2 jodohnya :3
    Aku juga suka dg dikau yg jujur n blak2an hahahaha...

    ReplyDelete
  2. Terima kasih pujiannya Vita! Sykurlah kalau gayaku yang blak-blakan itu bisa diterima dan bisa bermanfaat. Psstt.....kan harus blak-blakan kalau mau bikin curahan hati seorang (mantan) jomblo.....biar maknyus. Hahahahah

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts